Malaikat itu Bernama Ibu

     Keriput di wajah nya tak bisa berbohong, bahwa kini beliau semakin menua. Usianya hampir 60 tahun. Namun, jika berbicara semangat dan giat nya dalam bekerja jangan ditanya, aku yang muda saja rasanya kalah jauh dari nya. Sering beliau bercerita tentang kehidupannya di masa kecil, yang sudah pasti jauh dari kata berleha - leha. Membeli aneka jajanan kering lalu memasukkan stiker di setiap kemasannya dan menjual nya kembali, membantu tetangga mengisi penuh bak mandi mereka dengan upah Lima Rupiah, menjaga anak tetangga dengan imbalan upah sepiring nasi ataupun sejumlah uang. Juga tentang terbatas nya alat sekolah atau malu nya beliau saat namanya selalu dipanggil keras-keras karena menunggak uang SPP. Semua selalu diceritakannya dengan mata berbinar. Ada sedih dan bangga bercampur di mata nya yang sulit dijelaskan. Selalu, setiap beliau bercerita. Selepas SMP beliau merantau ke Kota. Tinggal bersama kakak nya lain Ibu. Hanya sebentar untuk kemudian ikut tinggal bersama anak dari kakak nya yang kebetulan sudah menikah. Sembari bersekolah SMA, beliau belajar menjahit. Suatu ketrampilan yang nyatanya nanti bisa menghidupi satu orang anak manusia :).
     Tahun 1989, beliau menikah. Tentu saja dengan pujaan hati nya. Bagaimana bisa bertemu hingga akhirnya sampai menikah juga tak luput diceritakannya pada ku, haha. Beliau menjalani kehidupan rumah tangga nya dengan keluarga besar. Ada adik ipar, saudara ipar, adik kandung, dan keponakan yang datang silih berganti ikut tinggal bersama. Dengan gaji pas-pas an suaminya kala itu, dibanding jumlah anggota keluarga yg begitu banyak, juga kebutuhan putri semata wayang nya yang baru lahir cukup membuatnya memutar otak ketika berbelanja. Itu semua dijalani nya dengan ikhlas, sedikitpun nggak mengeluh atau meminta imbalan padahal notabene beliau pengantin baru ya kan, haha. "Allah itu kaya, punya segalanya. Ga nduwe yo njaluk Gusti Allah (Kalau sedang tidak ada uang, ya berdoa minta ke Allah)" selalu seperti itu prinsipnya dari dulu hingga kini. Hanya tujuh tahun usia pernikahannya. Suami yang dicintainya meninggal. Nggak pernah terbayang sama sekali karena baginya ini semua seperti mimpi. Suami yang tinggi besar dan bugar, sehat tanpa punya riwayat penyakit tiba-tiba saja meninggal (meski sebelumnya sempat sakit namun itu hanya dianggap masuk angin biasa). Yah, semua memang serasa seperti mimpi.. begitu cepat dan tiba-tiba, disaat masih belum mampu mempersiapkan diri dan finansial, di usianya yang masih muda sudah harus menyandang status janda. Sebuah status yang mempunyai stigma kurang baik, ntah apa alasannya.
     Larut dalam kesedihan bukanlah kebiasaannya. Sungguh, sepanjang hidupku menyaksikannya menangis bisa dihitung hanya dengan jari sebelah tangan. Saat beliau merasa terdzolimi karena fitnah dari seseorang, saat anaknya sakit dan mendapat rujukan namun tak bisa membawanya ke rumah sakit, juga air mata haru saat wisuda anak nya. Selebihnya, sesulit apapun kehidupan nya tak pernah aku melihat air mata nya. Hidupnya dihabiskan dengan bekerja, menjadi penjahit di usaha modes keponakannya. Dengan upah yang juga tidak terlalu besar namun cukup untuk biaya sekolah anaknya dari SD hingga SMA. Ntah bagaimana beliau mengatur keuaangan nya hingga menjadi cukup, padahal jika dipikir secara logika itu mustahil. Beliau benar-benar definisi wanita kuat nan tangguh bagiku. Wanita yang harus berjuang sendiri menjadi single parent di usia mudanya ini adalah Ibuku, yaa.. Ibu yang bertaruh nyawa saat melahirkanku.
     Berbicara tentang Ibu selalu membuat air mata ku menetes. Ya, sekuat apapun aku di mata orang lain, jika sudah menyangkut Ibu mata ku selalu terasa panas menahan tangis. Sosok wanita kurus nan ringkih namun kuat luar biasa. Dia multitalenta bagiku. Dulu, disaat teman-teman ku dibuatkan tongkat pramuka oleh Ayah mereka, Ibu yang membuatkannya untukku.  Saat teman-temanku dijemput pulang karyawisata tengah malam oleh Ayah mereka, Ibu yang menjemputku naik sepeda onthel. Ibu juga selalu bisa diandalkan saat ada kabel yang putus, listrik rumah yang tiba-tiba mati, atau segala yang biasa dikerjakan laki-laki kecuali membetulkan genteng rumah karena Ibu takut ketinggian. Ahh, aku menyayangimu Bu.. wanita yang selalu berdiri di depan rumah menunggu anak semata wayangnya yang telat pulang kuliah, yang selalu membawa utuh pulang kotak jajan hasil kondangan untuk anaknya di rumah, yang selalu cemas kepikiran saat anaknya susah dihubungi dan telat sampai rumah bahkan hingga setua ini usiaku. Ada satu cerita yang nggak akan mungkin aku lupa sepanjang hidupku. Saat dulu aku pernah sakit, badanku panas luar biasa. Ntah berapa suhu badanku saat itu, yang jelas apapun yang aku sentuh atau pegang akan ikut menjadi panas juga. Aku dibawa ke dokter, diperiksa. Sembari memeriksaku dokter menyuruh untuk rawat inap. Ibu menawarnya untuk dikasih obat dulu saja. Hingga dokter berkata "Tidak bisa Bu, ini harus dirawat inap. Saya buatkan surat rujukan rawat inap nya nanti. Tapi kalau Ibu mau obat dulu, kalau nanti ada apa-apa saya sudah mengingatkan ya."Akhirnya kami pulang, sesampainya di rumah Ibu selalu di sampingku, merawat, berdoa dan menangis. Ntah sampai jam berapa karena aku tertidur. Keesokan harinya, aku bangun dengan panas yang sudah turun. Sungguh, doa seorang Ibu itu mujarab. Aku tau, Ibu bukannya tak sayang padaku hanya saja beliau memang tak punya uang untuk membawaku ke rumah sakit saat itu.

Ibu..
Meski aku jarang mengucap kata sayang, percayalah aku menyayangimu lebih dari kata yang bisa terucap
Meski aku jarang memeluk dan mencium mu, percayalah aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu
Maafkan aku yang sering sekali dominan terhadapmu, aku hanya tak ingin ada celah sedikitpun untuk orang lain menyakitimu
Terima kasih untuk sembilan bulan aku di rahim mu
Terima kasih untuk nyawa yang kau taruhkan saat melahirkanku
Terima kasih untuk keringat mu membiayaiku
Terima kasih untuk doa-doa yang kau panjatkan atas nama ku
Terima kasih untuk segala nya

     Sehat-sehat ya Bu, aku akan berusaha lebih keras lagi untuk bisa mewujudkan keinginanmu. Aku janji. I Love You, Bu.


Selasa siang yang tetiba rindu Ibu di rumah, 2019.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langit Senja yang Gelap